Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, angka konsumsi rumah tangga juga ikut
meningkat. Sebagai contoh hasil dari konsumsi rumah tangga berupa sampah, baik
dalam jenis sampah organik maupun non organik. Masalah sampah menjadi salah
satu fokus utama pemerintah, terutama di kota-kota besar. Menurut data dari
Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah peningkatan timbunan sampah di Indonesia
telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun. Saat ini yang
menjadi pokok permasalahan yaitu, sulit terurainya jenis sampah non organik
yang berupa plastik, sehingga terjadi penumpukan sampah di mana-mana. Bentuk sampah
plastik sangat beragam, mulai dari kantong plastk hingga botol-botol plastik. Indonesia
sendiri menempati urutan nomor 2 dalam daftar 20 Negara yang paling banyak membuang
sampah plastik di laut. Miris bukan?
(Ilustrasi: Sampah di Indonesia kian menumpuk, Sumber Foto: Liputan6.com)
Sampah dan
jumlah penduduk seakan berkompetisi, berlomba-lomba mencapai tingkat yang paling
tinggi. Ketika jumlah penduduk meningkat dalam artian peningkatan angka
kelahiran, secara otomatis limbah rumah tangga akan bergerak menyesuaikan
jumlah penduduk atau bahkan melebihi. Penduduk Indonesia sebenarnya sadar akan
perlunya kebersihan lingkungan, namun apalah daya ketika tempat-tempat
pembuangan tidak memiliki daya tampung yang cukup besar, sehingga masyarakat
memilih membuangnya di tempat-tempat yang menurut mereka aman, tanpa
mengeluarkan biaya sepeserpun. Sampah plastik dapat kita temui dimana-mana, atau
bahkan secara sadar kita sendiri yang menghasilkan sampah plastik. Jika
masalah-masalah seperti ini tidak terselesaikan, lalu akan tinggal dimana anak
cucu kita kelak? Apakah pindah ke Negara tetangga? Atau pindah ke planet lainnya?,
tentu tidak, bukan?.
(Ilustrasi: Upaya penanggulangan sampah plastik, Sumber Foto: Liputan6.com)
Untuk menangasi
masalah ini sebenarnya pemerintah telah menerapkan program-program tertentu. Untuk masalah penduduk sendiri khususnya BKKBN
(Badan Kependudukan Kelurga Berencana Nasional), telah menerapkan program “Dua
Anak Cukup”. Namun pada kenyataannya di lapangan, masih banyak angka kelahiran
lebih dari dua anak dalam satu Kepala Keluarga (KK). Sementara itu, masalah
sampah ditangani dengan menggalakkan program “Diet kantong plastik”, dengan
menerapkan kantong plastik berbayar di toko-toko perbelanjaan diseluruh
Indonesia. selembar kantong plastik di bandrol dengan harga Rp. 200,00, untuk
mengurangi minat masyarakat menggunakan kantong plastik. Namun, jika kita lihat
di lapangan, contoh nyatanya di pasar, penggunaan kantong plastik masih sangat
dominan. Dan juga dengan harga Rp 200,00/kantong plastik rasanya masih sangat
mudah dijangkau msyarakat dengan pendapatan menengah ke atas.
Lalu apa solusi lainnya?
Di
Indonesia sendiri mengenal istilah usia produktif dan non-produktif, maksudnya
disini adalah usia yang cenderung mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Rentang
usia produktif antara 15-64 tahun. Remaja termasuk dalam usia produktif. Remaja
perlu digerakkan untuk melakukan hal-hal yang positif dalam berbagai hal.
Pendidikan
merupakan salah satu lembaga yang memainkan peranan penting dalam melakukan perubahan. Pendidikan dimulai dari
PAUD, TK, hingga Perkuliahan. Dalam pendidikan di SD sampai SMA yang sifatnya Negeri,
pelajaran lebih di fokuskan pada teori, dan hanya sedikit pengaplikasin atau
praktik. Sangat di sayangkan, jika para remaja hanya berbekal teori dan sedikit
pengaplikasian selama masa pembelajaran, padahal praktik sangat dibutuhkan
dalam dunia kerja nantinya.
(Ilustrasi: Recycle sampah oleh siswa/i, Sumber Foto: Tunashijau.org)
Di sekolah dikenal
juga dengan mata pelajaran Kesenian, kesenian
ini banyak macamnya, ada yang sifatnya pelestarian, contohnya tari. Ada juga bergerak
atau berfokus pada prakarya. Prakarya itu sendiri membuat atau mengkreasikan
suatu benda yang semula tidak berguna menjadi suatu benda yang berguna atau memiliki
nilai jual. Jika remaja Indonesia digerakkan dalam mata pelajaran ini, remaja
mampu membantu masalah sampah plastik yang ada di Indonesia. Walaupun masalah
kependudukan tidak mudah untuk ditangani, setidaknya masalah sampah akibat
berambahnya jumlah penduduk bisa sedikit tertangani oleh bantuan dari sektor
pendidikan.
Dalam program
GenRe, salah satu substansi yang memandirikan remaja adalah Life Skill. Remaja di tuntut untuk
memiliki skill secara personal. Untuk itu remaja perlu di
gerakkan untuk berkreasi dengan memanfaatkan sampah plastik untuk di olah secara
individu atau kelompok, sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai jual.
Ketika produk memiliki nilai jual, sekolah wajib memfasilitasi remaja untuk
berniaga secara individu maupun berkelompok, untuk menjual hasil karyanya. Dengan
begitu sampah plastik tidak harus dibuang begitu saja, melainkan dapat
dimanfaatkan sedemikian rupa. Contoh kecilnya saja dengan megolah sampah
dilingkungan sekolah, atau bergerak di lingkungan masyarakat sekitar sekolah.
Mata pelajaran
ini sebenarnya digunakan di setiap sekolah, hanya saja bukan menjadi mata
pelajaran yang wajib. Perlu sekiranya
menjadikan mata pelajaran kesenian sebagai salah satu mata pelajaran wajib, gunanya
tidak lain dan tidak bukan untuk mengasah
kreativitas remaja dalam memanfaatkan benda tidak guna menjadi benda
guna, serta membantu remaja untuk belajar berniaga melalui program, Usaha Kecil
Remaja Produktif (UKRP).
(Ilustrasi: Contoh penerapan UKRP, Sumber Foto: Smpn1kranggan.blogspot.com)
Dengan menerapkan
Usaha Kecil Remaja Produktif (UKRP) diharapkan masalah sampah plastik di
Indonesia dapat sedikit tertangani. Usaha Kecil Remaja Produktif (UKRP) yang
berpusat di sekolah-sekolah mengembangankan para remaja untuk berusaha sendiri
dalam bidang prakarya melalui sampah plastik. Sudah banyak hasil karya anak
Indonesia yang menembus pasar internasional, sehingga jika ini dikembangkan dalam
sektor pendidikan akan menghasilkan nilai plus bagi remaja, remaja tidak hanya
mampu mengembangkan ide-ide kreatifnya melalui sampah plastik, belajar
berniaga, menyibukkan remaja dengan hal yang positif, dan tentunya akan memandirikan
remaja. Keuntungan bagi Negara, Negara mampu menangani masalah sampah plastik
walaupun tidak secara keseluruhan.
Ditulis oleh: Rohama Ubaydillah
0 comments:
Post a Comment