Thursday, June 16, 2016

Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, angka konsumsi rumah tangga juga ikut meningkat. Sebagai contoh hasil dari konsumsi rumah tangga berupa sampah, baik dalam jenis sampah organik maupun non organik. Masalah sampah menjadi salah satu fokus utama pemerintah, terutama di kota-kota besar. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah peningkatan timbunan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun. Saat ini yang menjadi pokok permasalahan yaitu, sulit terurainya jenis sampah non organik yang berupa plastik, sehingga terjadi penumpukan sampah di mana-mana. Bentuk sampah plastik sangat beragam, mulai dari kantong plastk hingga botol-botol plastik. Indonesia sendiri menempati urutan nomor 2 dalam daftar 20 Negara yang paling banyak membuang sampah plastik di laut. Miris bukan?
(Ilustrasi: Sampah di Indonesia kian menumpuk, Sumber Foto: Liputan6.com)
Sampah dan jumlah penduduk seakan berkompetisi, berlomba-lomba mencapai tingkat yang paling tinggi. Ketika jumlah penduduk meningkat dalam artian peningkatan angka kelahiran, secara otomatis limbah rumah tangga akan bergerak menyesuaikan jumlah penduduk atau bahkan melebihi. Penduduk Indonesia sebenarnya sadar akan perlunya kebersihan lingkungan, namun apalah daya ketika tempat-tempat pembuangan tidak memiliki daya tampung yang cukup besar, sehingga masyarakat memilih membuangnya di tempat-tempat yang menurut mereka aman, tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun. Sampah plastik dapat kita temui dimana-mana, atau bahkan secara sadar kita sendiri yang menghasilkan sampah plastik. Jika masalah-masalah seperti ini tidak terselesaikan, lalu akan tinggal dimana anak cucu kita kelak? Apakah pindah ke Negara tetangga? Atau pindah ke planet lainnya?, tentu tidak, bukan?.
(Ilustrasi: Upaya penanggulangan sampah plastik, Sumber Foto: Liputan6.com)
Untuk menangasi masalah ini sebenarnya pemerintah telah menerapkan program-program tertentu.  Untuk masalah penduduk sendiri khususnya BKKBN (Badan Kependudukan Kelurga Berencana Nasional), telah menerapkan program “Dua Anak Cukup”. Namun pada kenyataannya di lapangan, masih banyak angka kelahiran lebih dari dua anak dalam satu Kepala Keluarga (KK). Sementara itu, masalah sampah ditangani dengan menggalakkan program “Diet kantong plastik”, dengan menerapkan kantong plastik berbayar di toko-toko perbelanjaan diseluruh Indonesia. selembar kantong plastik di bandrol dengan harga Rp. 200,00, untuk mengurangi minat masyarakat menggunakan kantong plastik. Namun, jika kita lihat di lapangan, contoh nyatanya di pasar, penggunaan kantong plastik masih sangat dominan. Dan juga dengan harga Rp 200,00/kantong plastik rasanya masih sangat mudah dijangkau msyarakat dengan pendapatan menengah ke atas.

Lalu apa solusi lainnya?
Di Indonesia sendiri mengenal istilah usia produktif dan non-produktif, maksudnya disini adalah usia yang cenderung mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Rentang usia produktif antara 15-64 tahun. Remaja termasuk dalam usia produktif. Remaja perlu digerakkan untuk melakukan hal-hal yang positif dalam berbagai hal.
Pendidikan merupakan salah satu lembaga yang memainkan peranan penting dalam melakukan perubahan. Pendidikan dimulai dari PAUD, TK, hingga Perkuliahan. Dalam pendidikan di SD sampai SMA yang sifatnya Negeri, pelajaran lebih di fokuskan pada teori, dan hanya sedikit pengaplikasin atau praktik. Sangat di sayangkan, jika para remaja hanya berbekal teori dan sedikit pengaplikasian selama masa pembelajaran, padahal praktik sangat dibutuhkan dalam dunia kerja nantinya. 
 (Ilustrasi: Recycle sampah oleh siswa/i, Sumber Foto: Tunashijau.org)
Di sekolah dikenal juga dengan mata pelajaran Kesenian,  kesenian ini banyak macamnya, ada yang sifatnya pelestarian, contohnya tari. Ada juga bergerak atau berfokus pada prakarya. Prakarya itu sendiri membuat atau mengkreasikan suatu benda yang semula tidak berguna menjadi suatu benda yang berguna atau memiliki nilai jual. Jika remaja Indonesia digerakkan dalam mata pelajaran ini, remaja mampu membantu masalah sampah plastik yang ada di Indonesia. Walaupun masalah kependudukan tidak mudah untuk ditangani, setidaknya masalah sampah akibat berambahnya jumlah penduduk bisa sedikit tertangani oleh bantuan dari sektor pendidikan.
Dalam program GenRe, salah satu substansi yang memandirikan remaja adalah Life Skill. Remaja di tuntut untuk memiliki skill  secara personal. Untuk itu remaja perlu di gerakkan untuk berkreasi dengan memanfaatkan sampah plastik untuk di olah secara individu atau kelompok, sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai jual. Ketika produk memiliki nilai jual, sekolah wajib memfasilitasi remaja untuk berniaga secara individu maupun berkelompok, untuk menjual hasil karyanya. Dengan begitu sampah plastik tidak harus dibuang begitu saja, melainkan dapat dimanfaatkan sedemikian rupa. Contoh kecilnya saja dengan megolah sampah dilingkungan sekolah, atau bergerak di lingkungan masyarakat sekitar sekolah.
Mata pelajaran ini sebenarnya digunakan di setiap sekolah, hanya saja bukan menjadi mata pelajaran yang wajib.  Perlu sekiranya menjadikan mata pelajaran kesenian sebagai salah satu mata pelajaran wajib, gunanya tidak lain dan tidak bukan untuk mengasah  kreativitas remaja dalam memanfaatkan benda tidak guna menjadi benda guna, serta membantu remaja untuk belajar berniaga melalui program, Usaha Kecil Remaja Produktif (UKRP).
 (Ilustrasi: Contoh penerapan UKRP, Sumber Foto: Smpn1kranggan.blogspot.com) 
Dengan menerapkan Usaha Kecil Remaja Produktif (UKRP) diharapkan masalah sampah plastik di Indonesia dapat sedikit tertangani. Usaha Kecil Remaja Produktif (UKRP) yang berpusat di sekolah-sekolah mengembangankan para remaja untuk berusaha sendiri dalam bidang prakarya melalui sampah plastik. Sudah banyak hasil karya anak Indonesia yang menembus pasar internasional, sehingga jika ini dikembangkan dalam sektor pendidikan akan menghasilkan nilai plus bagi remaja, remaja tidak hanya mampu mengembangkan ide-ide kreatifnya melalui sampah plastik, belajar berniaga, menyibukkan remaja dengan hal yang positif, dan tentunya akan memandirikan remaja. Keuntungan bagi Negara, Negara mampu menangani masalah sampah plastik walaupun tidak secara keseluruhan.
  

Ditulis oleh: Rohama Ubaydillah

0 comments:

Post a Comment