(Ilustrasi: Penduduk, Sumber Foto: Nationmaster.com)
Permasalahan Kependudukan di Indonesia secara garis besar berkaitan dengan kuantitas,
kualitas, dan mobilitas. Dari sisi kuantitas sangat jelas, Indonesia mengalami
ledakan jumlah penduduk yang bahkan diproyeksikan akan terus bertambah setiap
tahunnya. Dilihat dari sisi kualitas, Badan PBB Urusan Pembangunan (UNDP)
merilis indeks pembangunan manusia untuk tahun 2015, Indonesia berada pada
peringkat ke-110 dari 187 negara. Untuk mobilitas penduduk, statistik yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kepadatan penduduk di
Indonesia mengalami ketimpangan yang sangat jauh, dimana penduduk terpusat pada
daerah perkotaan.
BPS juga
menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, konsentrasi penduduk perkotaan semakin
meningkat. Dikutip dari laman Kompas, pada tahun 1971, hanya 14,8% populasi
yang pindah dari desa ke kota. Sementara tahun 2015 mencapai angka 53,3% dari
populasi (berkisar 136,2 juta jiwa dari 255,5 juta jiwa). Angka urbanisasi ini
akan terus bertambah, diproyeksikan pada tahun 2050 penduduk yang melakukan
urbanisasi mencapai angka 70% dari total populasi.
Urbanisasi akan
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sebab bagaimanapun semua
kebutuhan manusia dipasok dari lingkungan yang merupakan sumber daya alam
(SDA). Misal: kebutuhan pangan, air bersih, udara bersih dan sebagainya. Berdasarkan
data dari BPS, kepadatan penduduk DKI Jakarta mencapai 15.173 pada tahun 2014. Artinya, dalam satu
kilometer persegi tanah DKI Jakarta diisi oleh 15.173 jiwa. Berbanding jauh
dengan daerah lainnya, misalnya Provinsi Riau yang kepadatan penduduknya hanya
71. Jika dihitung secara matematika, maka SDA yang ada di DKI Jakarta akan
lebih cepat habis daripada SDA yang ada di Riau.
Oleh karena itu,
sudah saatnya mencegah urbanisasi pada kota-kota dengan kepadatan penduduk yang
sudah sangat padat. Hal tersebut harusnya bisa
menjadi pertimbangan, karena jika kita melihat lagi Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 tujuannya adalah pemerataan
pembangunan infrastruktur. Tujuan tersebut akan sulit tercapai jika seluruh SDM
berkualitas di pedesaan diizinkan untuk meninggalkan desa, lalu siapa yang akan
membangun desa?
Dengan
pencegahan urbanisasi pada daerah padat penduduk, diharapkan tercapai mobilitas
yang stabil atau setidaknya meminimalisir jauhnya perbedaan kepadatan penduduk
antar wilayah Indonesia. Dengan kepadatan penduduk yang masih dalam batas
normal, maka lingkungan akan tetap asri serta dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Ditulis oleh: Rendi Artanto
Min, kalau begini stop urbanisasinya, berarti berlaku untuk semua dong? bagaimana dengan anak luar Jawa yang mau melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa misalnya, apakah tidak diperkenankan? Thanks min.
ReplyDeleteHallo, terimakasih telah meluangkan waktunya untuk mengunjungi Gasper.
DeleteStop Urbanisasi yang saya maksud disini ditujukan bagi mereka yang pindah tempat tinggal. Jika menempuh pendidikan, kan hanya membutuhkan waktu sekitar 3-5 tahun, setelah itu kembali lagi ke daerah asal. Dan setiap tahunnya selalu ada mahasiswa yang pulang ke daearah asal, dan ada mahasiswa baru yang datang untuk menempuh pendidikan. Transisi ini tidak akan menambah jumlah populasi secara signifikan.
Semoga terjawab ya. Wassalam.